Senin, 28 Februari 2022

DEFINISI SINKRETISME

 

A.    Sinkretisme dari Perspektif Islam dan Budaya

1.      Sinkretisme dalam Islam

Ada beberapa pendapat mengenai etimologi sinkretis. Yang pertama yaitu, kata sinkretisme berasal dari kata asing yang bisa dilacak dari kata Yunani sunistanto, sunkretamos artinya “kesatuan”; dan kata synkerannumi yang berarti “mencampur aduk”. Menurut istilah sinkretik pertama adalah istilah politik yang digunakan oleh Plutarch untuk menggambarkan persatuan masyarakat Pulau Kreta melawan musuh besarnya. Persatuan semacam itu disebut sinkretisme yang digunakan untuk menggambarkan harmoni dan perdamaian. [1]

Istilah sinkretismos pertama kali digunakan pada era filsafat Yunani kuno oleh sejarawan Yunani, Plutarch (sekitar 46 atau 47 M hingga 120 M).[2] Dalam bukunya tentang bab 'Persaudaraan Cinta' Moralia, Plutarch menggunakan istilah ini untuk menggambarkan "bagaimana orang Kreta bertindak" yang menghentikan permusuhan timbal balik mereka dan bersatu untuk menghadapi musuh yang sama.[3] Skenario ini menggambarkan bahwa meskipun manusia tidak sependapat satu sama lain sebagai saudara atau teman, mereka lebih suka bekerja sama satu sama lain dalam menghadapi bahaya yang sama daripada menjalin hubungan baik dengan musuh, yang telah menjadi prinsip dan praktik umum di Kreta.[4]

Reese menyatakan bahwa sinkretisme atau dalam bahasa Inggris sinkretisme berasal dari kata Yunani synkretizein yang artinya menggabungkan.[5] Ini mengacu pada pencampuran atau penggabungan berbagai filosofi pemikiran, agama dan budaya.[6] Sinkretisme memiliki arti yang berbeda untuk digunakan dalam konteks sejarah dan kontemporer. Asalnya, itu digunakan dalam mengkonsolidasikan kekuatan politik di era Yunani kuno.

Pendapat lain juga mengemukakan bahwa sinkretisme berasal dari kata syin dan kretiozein atau kerannynai, yang artinya mencampurkan elemen-elemen yang saling bertentangan. Adapun pemahaman di bidang filsafat dan teologi menghadirkan sikap kompromi pada hal-hal yang agak berbeda dan kontradiktif sehingga tanpa mempertanyakan perbedaan etimologis kedua batasan tersebut, sinkretisme umumnya dipahami sebagai pemahaman (sekte, agama) yang merupakan gabungan dari beberapa sekte yang berbeda untuk mencapai kompatibilitas.[7]

Dari aspek etimologis istilah Yunani, sinkretismos berasal dari kombinasi prefiks syn dengan kretoi (kata yang merujuk pada bahasa Kreta), atau kretismos, "perilaku orang Kreta". Istilah sinkretisme digunakan sebagai pepatah atau peribahasa oleh penulis Helenistik untuk memberikan gambaran kepada teman dekat atau kerabat agar tidak berpisah atau berpisah kecuali ingin dibunuh oleh penjajah. Ini menekankan rasa memiliki kelompok tertentu dan menekankan arti politik “pertahanan diri” dalam upaya untuk melestarikan komunitas yang tertekan.[8]

Fenomena sinkretisme tidak hanya terjadi antara Agama dan Agama tetapi juga terjadi antara Agama dan budaya atau filsafat atau kepercayaan. Sinkretisme sebenarnya mencari titik kesesuaian dalam berbagai aspek dalam aspek-aspek yang disebutkan di atas. Sinkretisme yang ada di antara Agama-agama memandang Agama relatif serupa.[9] Ahmad Hanafi menggunakan istilah 'sinkretisme' untuk mendeskripsikan upaya penyelarasan agama dan filsafat yang dilakukan oleh filosof Islam seperti Ibnu Sina, al-Farabidan Ibn Rush tentang suatu masalah. Al-Zuhayl berbagi sinkretisme dengan memilih hukum dan mengikuti rukhshah (relief). Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa sinkretisme dalam urusan keimanan Islam sama sekali tidak berlaku mengingat peniruan tidak dibenarkan dalam urusan keimanan. Maka, sinkretisme juga tidak diperbolehkan dalam hal-hal yang mempengaruhi keimanan.[10]

Sinkretisme dari perspektif al-Quran menurut Hamka dan Abu Jamin Roham ia berpendapat mengatakan bahwa surah al-Kafirun ayat 1 sampai 6 yang diturunkan oleh Allah SWT untuk menjawab persoalan tentang sinkretisme[11]:

ö@è% $pkšr'¯»tƒ šcrãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ   Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ   Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ   Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ   Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ   ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ  

Artinya: Katakanlah (Wahai Muhammad): "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu Agamamu, dan untukkulah, Agamaku".[12]

                               

Surah ini diturunkan di Mekah dan ditujukan kepada orang-orang kafir politeistik yang tidak mau menerima panggilan dan petunjuk kebenaran yang telah dibawa oleh Nabi SAW kepada mereka. Menurut Ibnu Jarir, seruan “wahai kafir” ini diperintahkan oleh Allah SWT untuk disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kaum kafir yang sejak awal berkeras menentang Nabi SAW dan diketahui dalam ilmu Allah SWT bahwa hingga saat-saat terakhir mereka tidak mau menerima kebenaran.[13]

Dari ayat di atas sinkretisme jika dilihat dari pandangan Islam tidak dibenarkan contohnya yaitu menyembah patung, percaya kepada roh-roh nenek moyang dan lain sebagainya. Apabila seseorang muslim melakukan penyembahan terhadap apa yang disembah oleh orang kafir maka ia termasuk dalam golongan orang tersebut.

Sinkretisme merupakan pencampuradukan antara beberapa paham atau aliran-aliran budaya dengan Agama di mana untuk mencari keserasian. Sinkretisme dalam filsafat merupakan upaya menyeleksi dan menggabungkan berbagai unsur dari suatu sistem filsafat tetapi kurang memperhatikan aspek nilai intrinsik atau metode logis dari apa yang dipilih. Sinkretisme dalam Agama adalah metode penyesuaian prinsip atau kepentingan yang bertentangan dengan Agama yang berbeda atas dasar adanya persamaan, minat atau kepercayaan dari Agama tersebut. Secara kasar, ini dianggap sebagai tolak ukur untuk menemukan jalan tengah dan kedamaian dalam Agama.

Dapat disimpulkan bahwa sinkretisme yang menyangkut dalam urusan keimanan seseorang tidak dibenarkan dalam Islam karena dapat menimbulkan paham-paham atau aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Agama.

2.      Sinkretisme Agama dan Budaya

Dalam konteks sinkretisme Agama menggunakan Agama lain, bagi anis Malik Thoha sinkretisme adalah satu berdasarkan bentuk pemikiran yg cenderung buat memasukkan seluruh Agama secara bentuk eksternal ke pada satu entiti misalnya konsep John Hick.[14]

Dalam konteks sinkretisme antara Islam dan agama-agama lain secara eksternal-fisik berdasarkan pandangan Anis Malik Thoha tidak dibenarkan oleh ajaran Islam sebagaimana ditegaskan oleh surat al-Kafirun yang telah dijelaskan oleh para tafsir dan pandangan al- Zuhayli yang mengatakan bahwa tidak ada ruang untuk talfiq dalam urusan keimanan sebagaimana disepakati oleh mayoritas ulama dan umat Islam dan hal ini telah disebutkan qat'i.[15]

Sinkretisme yang menyangkut antara Agama dengan Agama yaitu mencampuradukkan antara dua pendapat dalam sebuah permasalahan yang mempunyai hukum, sehingga dapat melahirkan pendapat yang ketiga dimana pendapat yang ketiga tidak diakui kebenarannya. Sehingga terjailah sebuah hukum baru yang membatalkan antara kedua pendapat tersebut. Maka dalam perkara ini tidak dibenarkan dalam Agama khususnya Agama Islam.

Dalam konteks sinkretisme agama dan budaya menurut Malik ibn Nabi, hakikat kehidupan bukanlah untuk memecah-belah, melainkan menggabungkan. Baginya, bila unsur-unsur yang ada sudah cocok dan bisa diasimilasi, maka itu menjadi sintetis. tetapi jika unsur-unsurnya bermacam-macam dan tidak dapat dibandingkan, mereka dapat menyebabkan sinkretisme, tumpukan, dan kebingungan. Menurutnya, dunia Islam saat ini adalah hasil campuran sisa makanan yang diwarisi dari waktu ke waktu kemudian Kekhalifaan Islam dan peninggalan budaya baru dari barat. Hasilnya bukanlah hasil dari orientasi pemikiran atau perhitungan ilmiah, tetapi satu komposisi berbagai peninggalan lama dan pembaharuannya tidak disaring. Unsur-unsur sinkretisme dari berbagai era dan dari budaya yang berbeda tanpa satupun sensor telah membahayakan dunia Islam.[16]

Hal itu diungkapkan Mahayudin yahaya yang diperkuat oleh pandangan H.O.K Grace yang mengatakan bahwa budaya di nusantara sangat dipengaruhi oleh sifat sinkretisnya. Meski Islam melarang memperbudak diri selain Allah SWT, namun banyak umat Islam di nusantara belum meninggalkan beberapa kepercayaan tentang dinamisme dan animisme yang diwarisi dari nenek moyang mereka.[17]

Bangsa Indonesia yang dikenal dengan keanekaragaman budaya, tidak sedikit dari budaya yang ada di nusantara sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat sinkretis. Sifat sinkretis ini merupakan kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme, ini merupakan salah satu bentuk sinkretisme yang masih percaya kepada selain Allah SWT. Dalam hal ini maka sinkretisme yang terdapat dalam budaya tidak dibenarkan dan salah satu perbuatan menyekutukan Allah.



[1] Dian Susilastri, “Syncretism of Mantra in Aji Society: A Cultural Identity”,9, no. 2 (2014), hlm. 165

[2] Ros Aiza dan Che Zarrina, “Konsep Sinkretisme Menurut Perspektif Islam”, Afkar Vol 17 no. 1 (2015), hlm. 53

[3] Ibid., hlm. 53

[4] Ibid. ,hlm. 53

[5] Ibid., hlm. 54

[6] Ibid., hlm. 54

[7] Susilastri, loc. cit.

[8] Ros Aiza., Op.Cit. hlm. 63

[9] Wan Mohd Fazrul, et al, Seminar Pengajian Akidah dan Agama,(Malaysia: Universiti Sains Islam Malaysia, 2018), hlm. 255-256

[10] Ibid., hlm. 256

[11] Ros Aiza., Op.Cit. hlm. 127

[12] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, hlm. 603

[13] Ibid., hlm. 128

[14] Ibid., hlm. 132

[15] Ibid., hlm. 134

[16] Ros Aiza dan Che Zarrina., Op.Cit., hlm. 69

[17] Ibid., hlm.73

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Video