A.
Sinkretisme dari Perspektif Islam dan Budaya
1.
Sinkretisme dalam Islam
Ada
beberapa pendapat mengenai etimologi sinkretis. Yang pertama yaitu, kata
sinkretisme berasal dari kata asing yang bisa dilacak dari kata Yunani sunistanto, sunkretamos artinya
“kesatuan”; dan kata synkerannumi yang
berarti “mencampur aduk”. Menurut istilah sinkretik pertama adalah istilah
politik yang digunakan oleh Plutarch untuk menggambarkan persatuan masyarakat
Pulau Kreta melawan musuh besarnya. Persatuan semacam itu disebut sinkretisme
yang digunakan untuk menggambarkan harmoni dan perdamaian. [1]
Istilah
sinkretismos pertama kali digunakan pada era filsafat Yunani kuno oleh
sejarawan Yunani, Plutarch (sekitar 46 atau 47 M hingga 120 M).[2]
Dalam bukunya tentang bab 'Persaudaraan Cinta' Moralia, Plutarch menggunakan
istilah ini untuk menggambarkan "bagaimana orang Kreta bertindak"
yang menghentikan permusuhan timbal balik mereka dan bersatu untuk menghadapi
musuh yang sama.[3]
Skenario ini menggambarkan bahwa meskipun manusia tidak sependapat satu sama
lain sebagai saudara atau teman, mereka lebih suka bekerja sama satu sama lain
dalam menghadapi bahaya yang sama daripada menjalin hubungan baik dengan musuh,
yang telah menjadi prinsip dan praktik umum di Kreta.[4]
Reese menyatakan bahwa sinkretisme atau dalam
bahasa Inggris sinkretisme berasal dari kata Yunani synkretizein yang artinya
menggabungkan.[5]
Ini mengacu pada pencampuran atau penggabungan berbagai filosofi pemikiran,
agama dan budaya.[6]
Sinkretisme memiliki arti yang berbeda untuk digunakan dalam konteks sejarah
dan kontemporer. Asalnya, itu digunakan dalam mengkonsolidasikan kekuatan
politik di era Yunani kuno.
Pendapat
lain juga mengemukakan bahwa sinkretisme berasal dari kata syin dan kretiozein atau kerannynai, yang artinya mencampurkan
elemen-elemen yang saling bertentangan. Adapun pemahaman di bidang filsafat dan
teologi menghadirkan sikap kompromi pada hal-hal yang agak berbeda dan
kontradiktif sehingga tanpa mempertanyakan perbedaan etimologis kedua batasan tersebut,
sinkretisme umumnya dipahami sebagai pemahaman (sekte, agama) yang merupakan
gabungan dari beberapa sekte yang berbeda untuk mencapai kompatibilitas.[7]
Dari aspek etimologis istilah Yunani, sinkretismos
berasal dari kombinasi prefiks syn dengan kretoi (kata yang
merujuk pada bahasa Kreta), atau kretismos, "perilaku orang
Kreta". Istilah sinkretisme digunakan sebagai pepatah atau peribahasa oleh
penulis Helenistik untuk memberikan gambaran kepada teman dekat atau kerabat
agar tidak berpisah atau berpisah kecuali ingin dibunuh oleh penjajah. Ini menekankan rasa memiliki kelompok
tertentu dan menekankan arti politik “pertahanan diri” dalam upaya untuk
melestarikan komunitas yang tertekan.[8]
Fenomena
sinkretisme tidak hanya terjadi antara Agama dan Agama tetapi juga terjadi
antara Agama dan budaya atau filsafat atau kepercayaan. Sinkretisme sebenarnya
mencari titik kesesuaian dalam berbagai aspek dalam aspek-aspek yang disebutkan
di atas. Sinkretisme yang ada di antara Agama-agama memandang Agama relatif
serupa.[9]
Ahmad Hanafi menggunakan istilah 'sinkretisme' untuk mendeskripsikan upaya
penyelarasan agama dan filsafat yang dilakukan oleh filosof Islam seperti Ibnu Sina, al-Farabidan
Ibn Rush tentang suatu masalah. Al-Zuhayl berbagi sinkretisme dengan memilih
hukum dan mengikuti rukhshah (relief). Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa
sinkretisme dalam urusan keimanan Islam sama sekali tidak berlaku mengingat
peniruan tidak dibenarkan dalam urusan keimanan. Maka, sinkretisme juga tidak
diperbolehkan dalam hal-hal yang mempengaruhi keimanan.[10]
Sinkretisme dari perspektif al-Quran menurut
Hamka dan Abu Jamin Roham ia berpendapat mengatakan bahwa surah al-Kafirun ayat
1 sampai 6 yang diturunkan oleh Allah SWT untuk menjawab persoalan tentang
sinkretisme[11]:
ö@è%
$pkr'¯»t
crãÏÿ»x6ø9$#
ÇÊÈ Iw
ßç6ôãr&
$tB
tbrßç7÷ès?
ÇËÈ Iwur
óOçFRr&
tbrßÎ7»tã
!$tB
ßç7ôãr&
ÇÌÈ Iwur
O$tRr&
ÓÎ/%tæ
$¨B
÷Lnt6tã
ÇÍÈ Iwur
óOçFRr&
tbrßÎ7»tã
!$tB
ßç6ôãr&
ÇÎÈ ö/ä3s9
ö/ä3ãYÏ
uÍ<ur
ÈûïÏ
ÇÏÈ
Artinya: Katakanlah (Wahai Muhammad): "Hai
orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmu Agamamu, dan untukkulah, Agamaku".[12]
Surah ini diturunkan di Mekah dan ditujukan
kepada orang-orang kafir politeistik yang tidak mau menerima panggilan dan
petunjuk kebenaran yang telah dibawa oleh Nabi SAW kepada mereka. Menurut Ibnu
Jarir, seruan “wahai kafir” ini diperintahkan oleh Allah SWT untuk disampaikan
oleh Nabi Muhammad SAW kepada kaum kafir yang sejak awal berkeras menentang
Nabi SAW dan diketahui dalam ilmu Allah SWT bahwa hingga saat-saat terakhir
mereka tidak mau menerima kebenaran.[13]
Dari ayat di atas sinkretisme jika dilihat dari
pandangan Islam tidak dibenarkan contohnya yaitu menyembah patung, percaya
kepada roh-roh nenek moyang dan lain sebagainya. Apabila seseorang muslim
melakukan penyembahan terhadap apa yang disembah oleh orang kafir maka ia
termasuk dalam golongan orang tersebut.
Sinkretisme merupakan pencampuradukan antara
beberapa paham atau aliran-aliran budaya dengan Agama di mana untuk mencari
keserasian. Sinkretisme
dalam filsafat merupakan upaya menyeleksi dan menggabungkan berbagai unsur dari
suatu sistem filsafat tetapi kurang memperhatikan aspek nilai intrinsik atau
metode logis dari apa yang dipilih. Sinkretisme dalam Agama adalah metode
penyesuaian prinsip atau kepentingan yang bertentangan dengan Agama yang
berbeda atas dasar adanya persamaan, minat atau kepercayaan dari Agama
tersebut. Secara kasar, ini dianggap sebagai tolak ukur untuk menemukan jalan
tengah dan kedamaian dalam Agama.
Dapat disimpulkan bahwa sinkretisme yang
menyangkut dalam urusan keimanan seseorang tidak dibenarkan dalam Islam karena
dapat menimbulkan paham-paham atau aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran
Agama.
2.
Sinkretisme
Agama dan Budaya
Dalam
konteks sinkretisme Agama menggunakan Agama lain,
bagi anis Malik Thoha sinkretisme adalah satu berdasarkan bentuk pemikiran yg
cenderung buat memasukkan seluruh Agama secara bentuk eksternal ke pada satu entiti misalnya
konsep John Hick.[14]
Dalam
konteks sinkretisme antara Islam dan agama-agama lain secara eksternal-fisik berdasarkan
pandangan Anis Malik Thoha tidak dibenarkan oleh ajaran Islam sebagaimana
ditegaskan oleh surat al-Kafirun yang telah dijelaskan oleh para tafsir dan
pandangan al- Zuhayli yang mengatakan bahwa tidak ada ruang untuk talfiq dalam
urusan keimanan sebagaimana disepakati oleh mayoritas ulama dan umat Islam dan
hal ini telah disebutkan qat'i.[15]
Sinkretisme yang menyangkut antara Agama dengan
Agama yaitu mencampuradukkan antara dua pendapat dalam sebuah permasalahan yang
mempunyai hukum, sehingga dapat melahirkan pendapat yang ketiga dimana pendapat
yang ketiga tidak diakui kebenarannya. Sehingga terjailah sebuah hukum baru
yang membatalkan antara kedua pendapat tersebut. Maka dalam perkara ini tidak
dibenarkan dalam Agama khususnya Agama Islam.
Dalam konteks sinkretisme agama dan budaya
menurut Malik ibn Nabi, hakikat kehidupan bukanlah untuk memecah-belah,
melainkan menggabungkan. Baginya, bila unsur-unsur yang ada sudah cocok dan
bisa diasimilasi, maka itu menjadi sintetis. tetapi jika unsur-unsurnya bermacam-macam
dan tidak dapat dibandingkan, mereka dapat menyebabkan sinkretisme, tumpukan,
dan kebingungan. Menurutnya, dunia Islam saat ini adalah hasil campuran sisa makanan yang
diwarisi dari waktu ke waktu kemudian Kekhalifaan Islam dan peninggalan budaya
baru dari barat. Hasilnya bukanlah hasil dari orientasi pemikiran atau
perhitungan ilmiah, tetapi satu komposisi berbagai peninggalan lama dan
pembaharuannya tidak disaring. Unsur-unsur sinkretisme dari berbagai era dan
dari budaya yang berbeda tanpa satupun sensor telah membahayakan dunia Islam.[16]
Hal itu diungkapkan Mahayudin yahaya yang diperkuat oleh pandangan H.O.K
Grace yang mengatakan bahwa budaya di nusantara sangat dipengaruhi oleh sifat
sinkretisnya. Meski Islam melarang memperbudak
diri selain Allah SWT, namun banyak umat Islam di nusantara belum meninggalkan
beberapa kepercayaan tentang dinamisme dan animisme yang diwarisi dari nenek
moyang mereka.[17]
Bangsa Indonesia yang dikenal dengan keanekaragaman budaya, tidak sedikit
dari budaya yang ada di nusantara sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
sinkretis. Sifat sinkretis ini merupakan kepercayaan kepada roh-roh nenek
moyang yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme, ini merupakan salah satu
bentuk sinkretisme yang masih percaya kepada selain Allah SWT. Dalam hal ini
maka sinkretisme yang terdapat dalam budaya tidak dibenarkan dan salah satu
perbuatan menyekutukan Allah.
[1] Dian
Susilastri, “Syncretism of Mantra in Aji
Society: A Cultural Identity”,9, no. 2 (2014), hlm. 165
[2] Ros Aiza dan
Che Zarrina, “Konsep Sinkretisme Menurut
Perspektif Islam”, Afkar Vol 17 no. 1 (2015), hlm. 53
[3] Ibid., hlm. 53
[4] Ibid. ,hlm. 53
[5] Ibid., hlm. 54
[6] Ibid., hlm. 54
[7] Susilastri, loc.
cit.
[8] Ros Aiza., Op.Cit. hlm. 63
[9] Wan Mohd
Fazrul, et al, Seminar Pengajian Akidah
dan Agama,(Malaysia: Universiti Sains Islam Malaysia, 2018), hlm. 255-256
[10] Ibid., hlm. 256
[11] Ros Aiza., Op.Cit. hlm. 127
[12] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, hlm. 603
[13] Ibid., hlm. 128
[14] Ibid., hlm. 132
[15] Ibid., hlm. 134
[16] Ros Aiza dan
Che Zarrina., Op.Cit., hlm. 69
[17] Ibid., hlm.73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar